UKIRAN adalah gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung(kruwikan) bagian-bagian cembung (buledan) yang menyusun suatu gambar yang indah. Pengertian ini berkembang hingga dikenal seni ukir yang merupakan seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan lain. Relirf yang diciptakan meliputi bagian tema termasuk bunga, tumbuhan, hewan manusia bahkan suatu cerita. Kini selain dikenal seni ukir kayu juga dikenal industri ukiran. Ukiran kayu adalah cukilan berupa ornamen atau ragam hias, hasil rangkaian yang berelung-elung saling menjalin berulang dan sambung-menyambung hingga mewujudkan hiasan. Bangsa Indonesia mulai mengenal ukiran sejak Zaman Batu Muda (Neolitik), yakni sekitar tahun 1500 SM. Pada Zaman itu, nenek moyang bangsa Indonesia telah membuat ukiran pada kapak batu tempaan tanah liat atau bahan-bahan lain yang ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih sederhana. Umumnya bermotif geometris yakni berupa garis, titik, dan lengkungan, dengan bahan tanah, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan. Pada zaman ini manusia membuat ukiran pada tembikar dengan dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Cara pertama dilakukan dengan menggoreskan langsung bentuk-bentuk segitiga kecil dengan potongan kayu runcing. Bentuk lingkaran dengan cap, dan tepi bawah dengan ibu jari, sedangkan cara tidak langsung dengan cara cetak motif, yaitu dengan menempelkan cetakan kayu pada tembikar yang masih lembek. Alat yang duguanakan mula-mula adalah kapak batu yang tidak diasah dan kemudian kapak yang diasah dan bentuknya bermacam-macam. Seni ukiran di Indonesia mulai berkembang sejak manusia mengenal lambang-lambang tertentu dan menganggapnya dapat mendatangkan malapetaka kebahagiaan, kesuburan, serta memakainya untuk memperingati pemuka-pemuka dan pahlawan-pahlawan pada zamannya. Zaman yang lebih dikenal sebagai zaman perunggu itu berkisar dari tahun 500 hingga 300 SM. Bahan yang di ukir pada masa itu juga mengalami perkembangan, yakni pecahan logam termasuk emas, perak, dan perunggu. teknologi pembuatannya pun meningkat. Pengecoran logam dengan suhu tinggi yang mempermudah pengukiran juga sudah dikenal. Untuk memperbaiki presisi ketajaman relief pada ukiran kasar pada pengecoran ini digunakan cara tatahan. Motif ukiran zaman perunggu yang ditemukan adalah motif meander, tumpal, pilin berganda, kedok, serta binatang dan manusia. Motif meander ditemukan pada nekara perunggu dari gunung Merapi dekat Bima, pecahan barang tanah kuno yang tidak direngas dari Galupang, sulawesi, dan leher kendi kecil dari tebing tinggi, Sumatera utara. Motif tumpal ditemukan pada sebuah buyung perunggu dari Kerinci Sumatera Barat, dan pada pinggiran sebuah nekara (molo) dari Alor NTT. Motif pilin berganda ditemukan pada nekara perunggu dari Jawa barat dan bejana perunggu dari kerinci Sumatera. Motif kedok ditemukan pada leher kendi dari Sumba NTT dan pada kapak perunggu dari Danau Sentani Irian Jaya. Motif ini menggambarkan muka dan mata orang yang memberikan kekuatan magis yang dapat menangkis kejahatan. Motif binatang dan manusia ditemukan pada nekara dari Sangean. Setelah agama Hindu, Budha, dan Islam masuk ke Indonesia seni ukir mengalami perkembangan sangat pesat dalam bentuk desain produksi dan motif. Ukiran ditemukan dicandi-candi dan prasasti-prasasti yang dibuat orang pada senjata-senjata seperti keris dan tombak, nisan, makam, mesjid, keraton, alat0alat musik termasuk gamelan dan wayang. Motif ukiran, selain menggambarkan bentuk kadang-kadang juga berisi berbagai kisah antara lain kehidupan para dewa mitos kepahlawanan dll. Bukti-bukti sejarah peninggalan ukiaran pada periode tersebut dapat dilihat pada relief candi seperti Penataran di Blitar. Prambanan dan Mendut di Jawa Tengah. relief ukiran candi Prambanan di Jawa Tengah menggambarkan cerita kijang mas jelmaan yang terkena panah Rama. Relief candi Panataran menggambarkan Rahwana memimpin pasukannya berangkat perang untuk menaklukan pasukan kera pimpinan Hanoman. Selain itu relief candi ini juga berisi cerita kehidupan binatang Relief Mendut mengisahkan Dewi Hariti sewaktu mengasuh anak-anaknya. Bentuk ukiran juga ditemukan pada bahan-bahan logam misalnya yang ditemukan di desa Wonoboyo Jogonalan Kabupaten Klaten. Peninggalan ini diperkirakan milik raja-raja zaman Mataram kuno sekitar abad ke-9. Kini ukiran kayu dan logam mengalami perkembangan pesat. Seni ini tidak lagi hanya berfungsi magis tetapi lebih merupakan hiasan yang diproduksi secara massal. teknik pembuatannya sudah memakai sitem cetak. Cara ini terutama digunakan untuk industri perabot, sedangkan untuk ukiran logam digunakan untuk industri perabot. Sedangkan untuk ukiran logam diguanakan tatah hasil peleburan bijih besi. Motif-motif pada ukiran kayu meliputi motif Pajajaran, Majapahit, Bali, Mataram, Jepara, Madura, Cirebon, Surakarta (Solo), Yogyakarta (Jogja), dan bermacam-macam motif yang berasal dari luar pulau Jawa. Motif Pajajaran berasal dari ukiran kayu yang terdapat pada makam Sunan Dunung Jati, motif Majapahit berasal dari tiang pendopo Masjid demak, motif Bali banyak di temukan di pintu-pintu pura Bali, motif Mataram diambil dari wayang Purwa kerajaan Demak. Motif Jepara berasal dari Ornamen di Makam Mantingan Jepara, motif Madura yang terkenal dengan sifatnya yang khas berasal dari keraton-keraton sumenep. Motif Pekalongan dikenal memiliki bentuk yang hampir mirip dengan motif pajajaran dan mataram. Motif Surakarta bermula dari keraton Surakarta dan motif Yogyakarta juga berasal dari keraton Yogyakarta. Diantara motif-motif yang berasal dari luar jawa banyak yang berasal dari ukiran bambu pada suku Dayak di Kalimantan dan Toraja di Sulawesi Selatan, Ukiran kayu asmat di Irian Jaya.
basanova@ymail.com
|
Posting Komentar